Fakta dan Mitos Tol Cipularang
Oleh: Billy A Banggawan
Teknologi -
Kamis, 15 September 2011 | 10:36 WIB
INILAH.COM, Jakarta
– Tol Cipularang, baru-baru ini menelan korban jiwa dalam beberapa kecelakaan
mobil. Mitos
seputar tol itu pun banyak menyebar luas. Berikut fakta dan mitos tol tersebut.
Menurut pengamat otomotif dan
Pendiri & Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDCC) Jusri
Pulubuhu, terdapat beberapa mitos dan fakta mengenai tol ini. Simak berikut.
Mitos
Pertama, jalan tol merupakan jalan bebas hambatan
di mana pengemudi bisa melaju dengan aman. Namun tidak pada tol Cipularang. Jalan
tol ini memiliki banyak rintangan seperti tikungan dengan derajat ketajaman
bervariasi hingga kilometer tertentu dengan sudut hingga 80 derajat.
Selain itu, terdapat turunan
dengan sudut hingga 30 derajat. Lintasan yang ada melengkung dan pada musim
hujan, banyak terdapat genangan air. Terdapat pula dorongan angin samping pada
celah antara bukit-bukit.
Kedua, ukuran tinggi dan besar kendaraan tidak
mempengaruhi cara orang mengemudi. Makin tinggi bentuk kendaraan, kualitas
kestabilan pada kecepatan tinggi akan berkurang. Makin besar bentuk kendaraan,
makin berat kendaraan itu dan akan mempengaruhi momentum inersia kendaraan yang
membuat jarak pengereman menjadi panjang.
Berat kendaraan akan mempengaruhi
gaya melebar atau menyamping yang terjadi saat menikung. Makin besar
kendaraan makan makin besar haluan atau makin besar radius putar kendaraan itu.
Ketiga, jarak pengereman tak dipengaruhi bentuk dan berat kendaraan
melainkan sistem pengereman kendaraan itu sendiri. Jarak pengereman ditentukan
enam faktor variatif, termasuk kondisi dan perilaku pengemudi, kondisi
kendaraan, bobot kendaraan, kecepatan kendaraan, kondisi lintasan serta cuaca.
Keempat, mayoritas penyebab ban pecah dijalan tol adalah akibat
tekanan angin yang berlebih. Tekanan angin berlebih tak membuat ban mudah pecah
hanya mempengaruhi traksi ban pada permukaan jalan.
Tekanan angin yang kurang dari rekomendasi pabrik ban akan membuat bahan
pada dinding ban mengalami keletihan berat akibat elastisitas ban terlalu
ditekan disbanding pada tekanan angin normal.
Kelima, mengemudi di lintasan menurun di kecepatan tinggi tak ada
bedanya dengan mengemudi di lintasan datar. Mengemudi di kecepatan tinggi di
lintasan menurun berisiko tinggi kecelakaan.
Hal ini dikarenakan terjadinya perubahan pusat gravitasi dan distribusi
bobot.
Di kecepatan tinggi, kendali kendaraan menjadi sangat sensitif dan gaya-gaya
yang tak diharapkan bisa mudah terjadi. Pada saat kendaraan bergerak tak sesuai
keinginan pengemudi, respon pengemudi sering spontan tanpa diawali proses
analisa logika dan hal inilah yang mengawali petaka.
Keenam, karena lancar dan tak padat, potensi kecelakaan dijalan tol
lebih ringan dibanding dijalan biasa. Risiko kecelakan malah lebih besar. Hal
ini dikarenakan lancar membuat pengemudi cenderung memacu kendaraan dengan
kecepatan tinggi. Alhasil, momentum yang dihasilkan jauh lebih besar dan
kendaraan akan sulit dikendalikan.
Ketujuh, mengemudi di jalan tol tak memerlukan konsentrasi yang
lebih tinggi disbanding di jalan biasa.
Secara umum, kondisi jalan tol lebar,
lancar, kecepatan tinggi dan monoton. Terdapat risiko kecelakaan masif dan hal
ini butuh konsentrasi lebih dibanding di jalan biasa. Hal ini menyebabkan mudah
letih, kewaspadaan menurun, hasrat untuk memacu kecepatan melebihi kemampuan
kendaraan dan pengendara akan lebih tinggi.
Kedelapan, kecepatan kendaraan tak mempengaruhi
kestabilan kendaraan. Tiap pergerakan kendaraan akan menimbulkan momentum dan
gaya sentrifugal. Makin besar momentum dan gaya sentrifugal yang terjadi,
kestabilan kendaraan akan makin berkurang dan mudah bergerak liar seperti
terjadinya selip.
Kesembilan, saat menghadapi masalah, tindakan
pertama adalah mengerem. Menyikapi masalah saat mengemudi harus diawali proses
analisa serta keputusan kemudian eksekusi secara cepat dan tepat. Mengerem
bukan selalu menjadi tindakan pertama karena jika dilakukan di tempat dan waktu
yang salah, hal ini bisa menimbulkan masalah.
Kesepuluh, pada kecepatan tinggi di atas 80km/jam di lintasan
menurun, saat ban depan mobil pecah, tindakan jitu adalah ‘mengerem’ agar
kendaraan terkontrol. Pada kondisi ini, pusat gravitasi dan distribusi bobot
berpindah ke depan.
Hal lain yang
perlu diperhatikan, kendali kendaraan ada pada roda depan.
Jika pengereman terjadi mendadak,
beban roda depan yang bannya pecah akan lebih besar dan menimbulkan gaya tarik
ke arah sisi roda yang pecah itu. Kesulitan pun muncul dan jika tak dapat disikapi dengan tepat, malapetaka
menanti. Sebaiknya jangan panik, jangan mengerem dan tahan kecepatan sesaat
bagi kendaraan dengan pusat gravitasi rendah.
Jangan mengerem dan naikkan kecepatan 10km/jam sesaat bagi kendaraan dengan
pusat gravitasi tinggi.
Kemudian
arahkan kendaraan sesuai arah lintasan dan tahan kemudi dengan kuat dan erat. Ketika
kondisi sudah mulai terkendali, kurangi kecepatan secara bertahap dan arahkan
kendaraan ke lintasan yang aman.
Kesebelas, pada kecepatan tinggi di atas 80km/jam
di lintasan menurun & menikung dan kendaraan terasa oleng, tindakan jitu
yang harus diambil adalah mengerem tajam agar terkendali. Pada kondisi ini,
pusat gravitasi dan distribusi bobot berpindak ke depan dan kendali kendaraan
ada di roda-roda depan.
Keduabelas, di kecepatan tinggi di lintasan menikung, cara
mengemudi tak ada bedanya dengan lintasan menikung lainnya.
Pada prinsipnya, saat kendaraan melaju kencang,
tingkat kestabilan kendaraan berkurang dan menjadi makin sensitif. Momentum dan
gara sentrifugal makin besar dan sulit dikendalikan. Siasati dengan mengurangi
kecepatan sejak kendaraan di lintasan lurus dan jangan lakukan perlambatan di
lintasan menikung serta pertahankan kecepatan.
Ketigabelas, keletihan disikapi dengan mengunyah
permen, merokok, dan berbicara dengan penumpang. Keletihan disebabkan akumulasi
kurang tidur, lembur, atau sedang sakit. Cara-cara tersebut tak akan membantu
banyak. Pada kondisi ini, kemampuan interpretasi akan menurun dan kontrol
anggota tubuh akan melambat. Sebaiknya berhenti dan tidur beberapa saat. Hal
ini akan membatu kebugaran Anda.
Keempatbelas, alasan relatif sepi dan lampu mobil
terang, mengemudi ke luar kota di malam hari jauh lebih aman dibanding siang
hari. Sesuai jam biologis tubuh manusia atau circadian rhythm, malam
diciptakan untuk tidur manusia. Seterang-terangnya lampu jalan dan kendaraan,
jauh lebih terang saat siang hari. Di Indonesia, tak semua pemakai lalu lintas menggunakan penerangan yang
laik. Kondisi dan situasi sepi memicu pengendara terlena.
Kelimabelas, kopi dapat membantu menghilangkan kantuk dan letih.
Kopi hanya menstimulasi organ tubuh yang membuat jantung berdetak lebih cepat
dan membuat orang terjaga sesaat namun hal ini akan mengurangi stamina dan
kantuk pun bisa cepat muncul lagi. Saat organ tubuh dipicu, stamina melorot dan
pengemudi pun sering berhenti untuk buang air kecil.
Keenambelas, mengemudi dengan kecepatan sangat pelan di bawah
kecepatan rata-rata jauh lebih aman dibanding kecepatan tinggi. Hal ini sangat
berbahaya. Kendaraan harus disesuaikan kecepatan lalu lintas yang ada dan
perbedaan signifikan kecepatan tak disarankan karena membahayakan diri sendiri
dan pengendara lain.
Fakta
Pertama, karena lancar dan tak padat, potensi
kecelakan di jalan tol lebih kecil dibanding jalan biasa. Secara kuantitas,
potensi kecelakan akan lebih kecil karena lalu lintas lancar dan tak pada serta
lintasan relatif lebar. Potensi kecelakaan pun lebih kecil dibanding di jalan
biasa yang padat, sempit dan semerawut.
Kedua, jalan tol cenderung membuat pengemudi
mengantuk. Kondisi jalan yang lebar dan lancar akan memicu kebosanan. Kondisi
ini akan membuat pengemudi mudah mengantuk, lengah dan tak waspada.
Ketiga, mengemudi aman, terampil dan benar
adalah mengemudi dengan kecepatan sesuai kondisi. Jika dilakukan, hal ini akan
mengurangi potensi kecelakaan dan perilaku pengemudi yang bijak seharusnya
menyesuaikan kondisi dirinya, kendaraannya, lingkungan lintasannya serta cuaca.
[mdr]